Selasa, 14 April 2009

PELUKIS JALANAN

MOJOKERTO - Profesi sebagai pelukis jalanan, bisa jadi hanya tinggal hitungan jari. Namun demikian, profesi ini tetap ditekuni segelintir orang.

Matahari telah sampai di ufuk barat, pertanda hari telah berubah menjadi malam. Namun tangan Suwarno tetap saja menari-nari di atas kanvas berukuran sekitar 60 X 80 cm itu.

Selembar foto balita di sampingnya, menjadi titik fokusnya saat itu. Berupaya keras agar gambar yang ia buat sepersis mungkin dengan gambar yang disodorkan pelanggannya beberapa jam lalu.

Hiruk pikuk lalu lintas di Jalan Raya Mojopahit Kota Mojokerto, Jawa Timur tak membuyarkan konsentrasinya untuk tetap melukis dengan pensil 2B miliknya. Dengan "senjata"nya itu, dia terus membuat pola wajah, sesekali ia menyeka kanvasnya dengan konte-bubuk hitam untuk memberikan sentuhan blok warna hitam.

Lalu lalang manusia di trotoar yang menjadi tempat kerjanya itu juga tak membuatnya kehilangan konsentrasi. Begitupula dengan datangnya pelanggan baru yang ingin memperbesar foto dengan warna hitam putih kepadanya. Meski sesekali menjawab pertanyaan calon pelanggannya itu, Suwarno tetap saja tak kehilangan fokus.

Bagi pelukis jalanan asal Kabupaten Blora Jawa Tengah dan kini bertempat tinggal di Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto ini, menjadi pelukis bukanlah profesi menjanjikan dengan keuntungan yang besar. Profesi ini, menjadi satu-satunya kemampuan yang menurutnya bisa dipakai pijakan kebutuhan rumah tangganya.

"Ibarat tambal sulam. Kalau ramai order, bisa untuk menutupi kebutuhan hidup jika sedang sepi," tukas Suwarno sembari terus mengibaskan kuas diatas kanvasnya.

Bagi lelaki yang tak tuntas menuntu ilmu di Institut Seni Rupa Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, menjadi pelukis memang bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan secara material. Lebih dari itu, dengan melukis, dia bisa menyalurkan hobi yang selama ini ditekuninya.

"Ibaratnya, melakukan hobi dengan dibayar. Jadi, dinikmati saja," ujarnya dan tak berhenti sedetikpun untuk menyelesaikan tugasnya itu.

Untuk sebuah karya lukis yang siap diberikan kepada pelangganya, Suwarno hanya butuh waktu 3 jam. Namun dia mengaku, cepat tidaknya pekerjaan itu, sangat bergantung dari situasi isi hatinya.

"Jika sedang malas atau sedih, bisa sampai tiga hari untuk menyelesaikan satu lukisan," aku Suwarno.

Dalam sebulan, dia mengaku mendapatkan uang dari jerih payahnya itu sekitar Rp1 - Rp2 juta. Angka ini, dianggapnya telah cukup jika dibanding dengan kejelian yang harus ia tanggung. Sementara jika salah melukis, akan berbuah komplain dari pelanggannya.

"Memang harus hati-hati jika tak ingin dimarahi pelanggan. Harga lukisan mulai Rp100 ribu hingga Rp300 ribu. Tergantung besar dan banyaknya obyek wajah yang digambar," tukasnya.

Di Mojokerto, bukan kali pertama ia memulai karier. Jauh sebelum itu, pria berumur 29 tahun ini sudah mengadu nasib ke Jakarta. Kerasnya kehidupan di Ibu Kota itu, membuatnya harus mencari tempat yang dianggap "bersahabat" dengan profesinya itu. Namun ada kenangan yang hingga saat ini tak pernah ia lupakan.

"Saya pernah memberikan lukisan Bimbim langsung ke orang nya di gang Potlot. Ini foto saya," tukasnya sambil menunjukkan foto dirinya dengan seluruh anggota group band Slank dengan mata berbinar-binar.

Kisah yang tak pernah dilupakan sepanjang hidup lainnya kembali ia lontarkan. Beberapa waktu lalu, tepatnya 18 April 2006, dengan susah payah ia menuju Kota Madiun untuk menyaksikan konser Peterpan. Tak ingin melewatkan momen, dia memberanikan diri untuk bertemu dengan Ariel, vocalis Peterpan.

"Saya berikan lukisan bergambar foto Ariel. Dan dia (Ariel) menerima dengan senang hati lukisan itu," ujarnya kembali menunjukkan bukti apa yang dia ceritakan itu dengan selembar fotonya bersama personil Peterpan.

0 Comments:

Post a Comment



PELEM KER...!!!

By :
Free Blog Templates